Mengelola Kemarahan/ Emosi (Anger Mangement) dengan Hipnoterapi

Pada dasarnya marah merupakan salah satu emosi dasar yang dimiliki oleh manusia, yang mana suatu situasi diterima sebagai hal yang sangat negatif dan kemudian menyalahkan orang lain akan kejadian negatif yang dialami oleh individu yang bersangkutan. 

Menurut kamus Oxford Dictionary, marah (Anger) didefinisikan sebagai ‘Displeasure Extreme’ yang dapat diartikan sebagai perasaan tidak nyaman yang ekstrim atau berlebihan terhadap situasi yang dinilai tidak menyenangkan. DiGiuseppe dan Tafrate (2007) menjelaskan bahwa kemarahan (anger) merupakan perasaan internal, mental dan subjektif yang diasosiasikan dengan perubahan kognisi dan psikologis pada seseorang. 

Sedangkan menurut Spielberger (2010) kemarahan merupakan keadaan emosional yang mempengaruhi perasaan dan bervariasi dari yang tingkat mengganggunya ringan sampai kepada berat, serta dihubungkan dengan perubahan pada sistem syaraf. Spielberger berpendapat bahwa kemarahan ada dua jenis yakni sipat (trait) dan kondisi (state). Kemarahan sipat berkaitan dengan kepribadian seseorang yang muncul karena situasi yang frustrasi. Sementara marah kondisi muncul akibat dari situasi yang tidak berdaya sehingga individu mengalami kecenderungan untuk mengekspresikan kemarahan yang dirasakannya.


Novaco (2010) menjelaskan kemarahan sebagai emosi negatif yang merupakan hasil dari pengalaman subjektif seseorang terhadap orang lain atau terhadap suatu situasi yang dipersepsikan sebagai keadaan yang tidak menyenangkan. Kemarahan melibatkan beberapa komponen yakni komponen kognitif, somatik-afektif dan perilaku. Untuk lebih mudah dalam memahami kemarahan, Novaco  menjelaskannya dengan konsep “Anger as Firework” yakni kemarahan dapat dianalogikan seperti sebuah kembang api. Novaco menjelaskan bahwa kemarahan timbul  karena ada suatu pemicu (trigger) yang akan menghasilkan pikiran dan perasaan yang negatif sehingga memunculkan kemarahan. Pemicu ini diibaratkan seperti sekring atau korek api yang memunculkan kemarahan. Eisenberg dan Delaney yang berpendapat bahwa kemarahan adalah ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi situasi yang membuat frustrasi. Menurut mereka ada tiga penyebab kemarahan: situasi frustrasi, situasi di bawah ancaman, dan ketika realitas tidak sesuai dengan harapannya.

Arslan (2009) menjelaskan bahwa ada tiga dimensi kemarahan yakni fisiologis, sosial kognitif, dan perilaku-reaksi. Dimensi fisiologis kemarahan adalah terkait dengan perubahan fisiologis yang terjadi dalam tubuh ketika seseorang mengalami frustrasi atau situasi yang meningkatkan kemarahan. Dimensi sosial-kognitif berkaitan dengan interpretasi kemarahan yang dirasakan dalam individu. Alasan untuk marah, takut, dan kegelisahan tidak terkait dengan peristiwa itu sendiri, melainkan persepsi individu dan bagaimana mereka menafsirkan simbol-simbol dalam pikiran mereka, keyakinan mereka, tanggapandan evaluasi dari peristiwa, dan ide-ide yang dihasilkan dari keyakinan ini, komentar, dan evaluasi. 
Akhirnya, perilaku-reaksi adalah dimensi kemarahan yang berkaitan dengan ekspresi dari kemarahan apakah dinyatakan atau tidak, dan jika ya, bagaimana ia dinyatakan dan setiap individu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang berbeda.

Bentuk Ekspresi Kemarahan
Menurut Faupel, Herrick & Sharp (2011), ketika berhadapan dengan rasa kemarahan, maka tiap individu akan mengekspresikannya dengan berbagai cara yakni ada marah yang sehat dan marah yang tidak sehat. Kemarahan menjadi reaksi emosi yang wajar apabila mampu diekspresikan dengan cara yang tepat dan efektif. Ketika rasa kemarahan diekspresikan secara efektif dan tepat, hal ini memberikan kesempatan bagi individu untuk belajar dan bagaimana menyelesaikan masalah dengan cara yang adaptif. Selain itu, kemarahan yang diekspresikan secara tepat dapat memberikan pembelajaran bagi individu untuk menghargai perasaan dan sudut pandang orang lain.
Burney (2001) menjelaskan ada tiga bentuk ekspresi kemarahan yakni
1.  Kemarahan Reaktif (Reactive Anger) yakni respon marah yang diekspresikan langsung terhadap beberapa peristiwa yang dianggap negatif, mengancam, atau takut terprovokasi. Kemarahan Reaktif ditandai dengan kurangnya kemampuan dalam pengolahan kognitif, mengendalikan amarah, dan keterampilan sosial.
2.  Kemarahan intrumental (Instrumental Anger)yakni respon marah yang tidak diekspresikan atau terpendam sehingga menjadi emosi negatif yang memunculkan atau merencanakan pembalasan. Kemarahan Instrumental secara internal termotivasi oleh beberapa memori dari provokasi yang terjadi di masa lalu. Orang yang cenderung memiliki kemarahan instrumental biasanya memiliki riwayat kejahatan dan perilaku antisosial; dan remaja yang memiliki sejarah intensif mendapatkan penolakan dari teman atau lingkungan. Orang yang memiliki kecenderungan dominan kemarahan instrumental tidak mampu mengekspresikan kemarahannya sehingga cenderung memendamnya ke dalam diri. Laki-laki cenderung melakukan balas dendam dengan menyerang barang tertentu untuk melampiaskan kemarahannya sementara perempuan cenderung melampiaskanya melalui tangisan agar meredakan rasa marahnya. Ketika individu tidak mampu mengelola kemarahan ke dalam (self anger) akan mendatangkan balas dendam untuk melepaskan emosi negatif yang dirasakannya. Respon yang lebih parah dari kemarahan instrumental yang tidak terkelola adalah dapat mengakibatkan sikap kurang asertif, kecanduan, melakukan perilaku yang merugikan diri sendiri, stress atau depresi (Cavanagh, 2002).
3.  Kemarahan yang terkelola (Anger Control) yakni respon marah yang terkelola sebagai strategi proaktif kognitif atau perilaku dalam menanggapi situasi yang memunculkan kemarahan. Bentuk ekspresi kemarahan ini merupakan ekspresi kemarahan yan tepat karena mampu mengendalikan diri dalam situasi yang membuat tidak nyaman. Orang yang marahnya terkelola cenderung memiliki strategi ketika marahnya datang, bisa dengan melakukan relaksasi pernafasan, sholat atau mengalihkan marah melalui olahraga.

Cara Mengelola Rasa Marah yang Tidak terkendali

Terdapat banyak ragam cara dalam melalukan pengelolaan rasa marah. Banyak orang yang memiliki kebiasaan marah yang tidak terkendali cenderung menyerang dan bersipat agresif terhadap lingkungan. Dan yang paling bahaya adalah ketika orang yang marah tidak terkendali tidak menyadari dirinya untuk berubah. Padahal dampak yang paling parah adalah mengalami depresi yang berakibat pada gangguan emosi yang tidak menentu seperti marah dan sedih tidak menentu berhari-hari sehingga mengakibatkan malas dan tidak punya motivasi hidup. Untuk itu, sangat perlu bagi orang yang memiliki kebiasaan untuk melakukan alternatif bantuan seperti melakukan konseling untuk mengubah kebiasaan buruknya. Berikut beberapa bantuan yang bisa diberikan :

Hipnoterapi
Merupakan terapi yang menggunakan pendekatan hypnosis dalam membantu klien. Dengan menggunakan hipnoterapi, klien dibantu untuk mengubah program pikiran negatif “marah yang tidak terkendali”, kemudian dilatih untuk melakukan sugesti positif yang bisa diaplikasikan dalam hidupnya. Klien yang datang ke hipnoterapi, biasanya merasakan perubahan pikiran dan perasaan menjadi lebih terkendali dan tenang dalam situasi yang membuat tidak nyaman.

Relaksasi Progresif
Cara lain yang bisa dilakukan untuk mengendalikan rasa marah adalah dengan melakukan relaksasi progresif. Bantuan ini dilakukan karena mengasumsikan bahwa ketika orang marah, maka mengalami ketegangan pada otot-otot syaraf yang dalam otaknya. Untuk itu, dilakukan relaksasi progresif melalui pernafasan untuk merilekskan otot-otot yang tegang agar menjadi lebih kendur dan tenang.


Post a Comment

Komentarlah dengan sopan.

Popular Posts

Fadly Muin
item